Review Buku – Beritabaru.co Lampung https://lampung.beritabaru.co Meluruskan Distorsi Informasi Tue, 27 Dec 2022 09:27:06 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.7.1 https://lampung.beritabaru.co/wp-content/uploads/sites/9/2020/08/cropped-Berita-Baru-Icon-32x32.png Review Buku – Beritabaru.co Lampung https://lampung.beritabaru.co 32 32 Boleh Nggak sih Bersedih itu? Review Buku Sadness – Teman Bersedih https://lampung.beritabaru.co/boleh-nggak-sih-bersedih-itu-review-buku-sadness-teman-bersedih/ https://lampung.beritabaru.co/boleh-nggak-sih-bersedih-itu-review-buku-sadness-teman-bersedih/#respond Tue, 27 Dec 2022 09:27:04 +0000 https://lampung.beritabaru.co/?p=80504

Oleh: Arif M.N

Kebayang nggak sih jika kalian dituntut untuk berteman dengan kesedihan? Padahal kan kebanyakan kita selalu dipaksa untuk menjauhi kesedihan itu. Kata-kata tersenyum, tersenyum, dan tersenyum seakan selalu meneror kita agar tidak mendekati kesedihan. Bahkan, sering pula kita dengar kalimat La Tahzan atau jangan bersedih.

Nah, buku kali ini yang akan penulis review sangat berbalik dari kalimat Lah Tahzan. Buku yang didominasi warna biru, yang katanya warna kesedihan (jujur aku nggak percaya-percaya banget dengan yang ini), justru mengajak kita untuk berteman.

Apa yang terlintas pada pikiran kalian ketika mendengar hal ini? Berjudul Sadness: Teman Bersedih, buku ini ditulis oleh jajaka muda asal Bogor, Jawa Barat lho. Siapa lagi kalau bukan @wafihkm_ seorang Mahasiswa Univ. Ibnu Khaldun Bogor.

Tenang, meski bukunya tentang sedih, buku ini sangat bagus lho untuk dikaji. Selain temanya yang sangat berbeda, tata bahasa dan sudut pandangnya juga bagus banget.

Buku dengan tebal xvi + 226 halaman ini terbagi menjadi lima bagian utama; Aku dan Kamu, Pahamilah, Bersedih, Dengarkanlah, dan Pintaku. Setiap bagian dan uraian memiliki makna tersendiri, terlebih menjelaskan mengapa kita harus berteman dengan kesedihan. Dan selalu disisipi dengan kutipan-kutipan yang menarik serta memorable. Selain itu juga banyak kutipan tokoh Islam, hadist, dan terjemahan ayat suci Al-Qur'an yang sejalan dengan temanya.

Dari buku ini kita belajar bahwa setiap kesedihan tidak melulu tentang hal-hal yang buruk. Ada kalanya ia membawa kebaikan, pencerahan, dan sebagai kajian diri. Kesedihan adalah hal yang sangat sulit untuk kita hilangkan dari hidup. Maka dari itu mari kita berteman dengannya.

Satu kalimat penutup dari peresensi yang dikutip dari buku Sadness untuk sahabat dan teman yang telah mampir membaca ini. Insya Allah bermanfaat. "Bersedih itu seni merendah, tapi bukan berarti lemah. Terkadang, kita harus sedikit mengalah, dari pada harus terbakar api amarah," hlm 101.

Identitas Buku:

Judul: Sadness - Teman Bersedih

Penulis: Wafi Hakim Al-Shidqy

Penerbit: Republika

Tahun Terbit: 2020

ISBN: 978-623-279-087-2

]]>

Oleh: Arif M.N

Kebayang nggak sih jika kalian dituntut untuk berteman dengan kesedihan? Padahal kan kebanyakan kita selalu dipaksa untuk menjauhi kesedihan itu. Kata-kata tersenyum, tersenyum, dan tersenyum seakan selalu meneror kita agar tidak mendekati kesedihan. Bahkan, sering pula kita dengar kalimat La Tahzan atau jangan bersedih.

Nah, buku kali ini yang akan penulis review sangat berbalik dari kalimat Lah Tahzan. Buku yang didominasi warna biru, yang katanya warna kesedihan (jujur aku nggak percaya-percaya banget dengan yang ini), justru mengajak kita untuk berteman.

Apa yang terlintas pada pikiran kalian ketika mendengar hal ini? Berjudul Sadness: Teman Bersedih, buku ini ditulis oleh jajaka muda asal Bogor, Jawa Barat lho. Siapa lagi kalau bukan @wafihkm_ seorang Mahasiswa Univ. Ibnu Khaldun Bogor.

Tenang, meski bukunya tentang sedih, buku ini sangat bagus lho untuk dikaji. Selain temanya yang sangat berbeda, tata bahasa dan sudut pandangnya juga bagus banget.

Buku dengan tebal xvi + 226 halaman ini terbagi menjadi lima bagian utama; Aku dan Kamu, Pahamilah, Bersedih, Dengarkanlah, dan Pintaku. Setiap bagian dan uraian memiliki makna tersendiri, terlebih menjelaskan mengapa kita harus berteman dengan kesedihan. Dan selalu disisipi dengan kutipan-kutipan yang menarik serta memorable. Selain itu juga banyak kutipan tokoh Islam, hadist, dan terjemahan ayat suci Al-Qur'an yang sejalan dengan temanya.

Dari buku ini kita belajar bahwa setiap kesedihan tidak melulu tentang hal-hal yang buruk. Ada kalanya ia membawa kebaikan, pencerahan, dan sebagai kajian diri. Kesedihan adalah hal yang sangat sulit untuk kita hilangkan dari hidup. Maka dari itu mari kita berteman dengannya.

Satu kalimat penutup dari peresensi yang dikutip dari buku Sadness untuk sahabat dan teman yang telah mampir membaca ini. Insya Allah bermanfaat. "Bersedih itu seni merendah, tapi bukan berarti lemah. Terkadang, kita harus sedikit mengalah, dari pada harus terbakar api amarah," hlm 101.

Identitas Buku:

Judul: Sadness - Teman Bersedih

Penulis: Wafi Hakim Al-Shidqy

Penerbit: Republika

Tahun Terbit: 2020

ISBN: 978-623-279-087-2

]]>
https://lampung.beritabaru.co/boleh-nggak-sih-bersedih-itu-review-buku-sadness-teman-bersedih/feed/ 0 https://lampung.beritabaru.co/wp-content/uploads/sites/9/2022/12/IMG_20221227_161438-300x200.jpg
Pentingnya Menata Hati Sebelum ke Tanah Suci https://lampung.beritabaru.co/pentingnya-menata-hati-sebelum-ke-tanah-suci/ https://lampung.beritabaru.co/pentingnya-menata-hati-sebelum-ke-tanah-suci/#respond Wed, 29 Dec 2021 01:56:00 +0000 https://lampung.beritabaru.co/?p=80207

Siapa yang tidak menginginkan dirinya untuk bisa menginjakkan kaki ke tanah suci? Tanah kelahiran Nabi, sang kekasih Allah. Manusia yang menjadi idola semua. Tempat mustajab terkabulnya doa, tempat tenang dan menenteramkan.

Ibadah haji adalah rukun Islam yang kelima, di mana hukumnya bersifat wajib bagi yang mampu melaksanakannya. Mampu secara materi, ilmu, fisik, dan kesehatan. Sebagian besar umat Islam berkeinginan untuk bisa ke tanah suci sebagai upaya menyempurnakan ibadahnya. Kalaupun hingga saat ini belum memiliki kesempatan dalam melaksanakan rukun Islam paling akhir itu, paling tidak terlebih dahulu sudah memiliki niat.

Akan tetapi, ada satu hal yang harus kita luruskan, perbaiki, tata dengan baik, sebelum ke tanah suci. Karena, tidak semua orang berkesempatan ke tanah suci, dan tidak memungkinkan juga kita yang sudah diberi kesempatan bisa ke tanah suci berkali-kali. Bisa jadi, hanya satu kali seumur hidup, atau bahkan tidak sama sekali.

Maka penting lah kiranya, kita mementaskan diri, agar ibadah kita baik dan diterima oleh-Nya. Sehingga insyaallah mendapatkan ibadah yang mabrur.

Sebagaimana dijelaskan dalam buku "Romantisme Berhaji" dan "Romantisme Tanah Suci" yang ditulis oleh Riza Perdana Kusuma dan kawan-kawan, dan berhasil diterbitkan oleh Penerbit Republika pada Juli 2021 lalu.

Dua judul yang digabungkan dalam satu buku ini, terbagi menjadi dua bagian. Pertama, romantisme berhaji; dengan jumlah halaman vii + 199 ini mengupas tentang perjalanan haji, keindahan tanah suci, serta tips dan romantisme-romantisme kala berhaji. Lalu kedua, romantisme tanah suci. Dengan ketebalan xvi + 172 halaman ini, berisi kisah perjuangan, perjalanan, pengorbanan, dan mimpi para penulis; baik yang pernah atau yang berkeinginan untuk pergi ke tanah suci.

Membaca buku ini, seperti yang diungkapkan Kang Abik atau Habiburrahman El Shirazy, selain memperkaya perspektif pribadi dari pengalaman orang lain, juga memberi makna baru akan arti haji dan umroh. Membacanya hingga selesai pun akan menyalakan semangat untuk selalu mengejar mimpi untuk beribadah ke rumah-Nya. Hal inilah yang turut saya rasakan menjadi pembacanya.

Dari sini kita belajar, bahwa ibadah haji yang sakral ini sebagai perjalanan yang klasik dan suci, dapat kita tempuh dengan menggunakan sisi romantisme. Maka, perlulah kita rencanakan sejak jauh hari; tidak hanya fisik, namun juga mental, perilaku, pengorbanan, pengetahuan, pemahaman, serta keikhlasan dan kejujuran.

Sebab berhaji bukan sekadar menuntaskan kewajiban, atau lari dari kewajiban atau tugas lain. Namun, sebagai pertemuan dengan Sang Idaman yang akan menjamin kehidupan kita selanjutnya menjadi tenang. Tidak hanya dalam urusan dunia, namun juga urusan akhirat.

Ketika berhaji kita akan banyak mendapatkan ujian, cobaan, yang menuntut kesabaran, keikhlasan, dan kepekaan. Ibadah haji bukan ajang kita pamer kekayaan ataupun sesuatu yang kita miliki. Bukan pula sebagai sarana liburan atau bertamasya. Untuk mendapatkan haji yang mabrur, maka kita harus peka terhadap segalanya.

Ingat, ribuan bahkan jutaan umat manusia dari berbagai belahan dunia, hadir berkumpul pada satu tempat. Berbondong-bondong, berlomba-lomba melalukan yang terbaik, berusaha mementaskan diri untuk meraih cinta Sang Ilahi. Jangan sampai ibadah yang sakral itu terlewatkan dengan sia-sia. Sebab belum tentu kita memiliki kesempatan kedua, ataupun ketiga

Peresensi: Pecandu Sastra

*** Pecandu Sastra adalah jurnalis Berita Baru Lampung. Aktif di Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama, PMII, dan Banser. Hobi menulis puisi, prosa, cerpen, dan kata-kata. Suka baca buku dan review buku, serta menikmati kopi. Ia bisa dihubungi melalui instagram @pecandusastra96.

]]>

Siapa yang tidak menginginkan dirinya untuk bisa menginjakkan kaki ke tanah suci? Tanah kelahiran Nabi, sang kekasih Allah. Manusia yang menjadi idola semua. Tempat mustajab terkabulnya doa, tempat tenang dan menenteramkan.

Ibadah haji adalah rukun Islam yang kelima, di mana hukumnya bersifat wajib bagi yang mampu melaksanakannya. Mampu secara materi, ilmu, fisik, dan kesehatan. Sebagian besar umat Islam berkeinginan untuk bisa ke tanah suci sebagai upaya menyempurnakan ibadahnya. Kalaupun hingga saat ini belum memiliki kesempatan dalam melaksanakan rukun Islam paling akhir itu, paling tidak terlebih dahulu sudah memiliki niat.

Akan tetapi, ada satu hal yang harus kita luruskan, perbaiki, tata dengan baik, sebelum ke tanah suci. Karena, tidak semua orang berkesempatan ke tanah suci, dan tidak memungkinkan juga kita yang sudah diberi kesempatan bisa ke tanah suci berkali-kali. Bisa jadi, hanya satu kali seumur hidup, atau bahkan tidak sama sekali.

Maka penting lah kiranya, kita mementaskan diri, agar ibadah kita baik dan diterima oleh-Nya. Sehingga insyaallah mendapatkan ibadah yang mabrur.

Sebagaimana dijelaskan dalam buku "Romantisme Berhaji" dan "Romantisme Tanah Suci" yang ditulis oleh Riza Perdana Kusuma dan kawan-kawan, dan berhasil diterbitkan oleh Penerbit Republika pada Juli 2021 lalu.

Dua judul yang digabungkan dalam satu buku ini, terbagi menjadi dua bagian. Pertama, romantisme berhaji; dengan jumlah halaman vii + 199 ini mengupas tentang perjalanan haji, keindahan tanah suci, serta tips dan romantisme-romantisme kala berhaji. Lalu kedua, romantisme tanah suci. Dengan ketebalan xvi + 172 halaman ini, berisi kisah perjuangan, perjalanan, pengorbanan, dan mimpi para penulis; baik yang pernah atau yang berkeinginan untuk pergi ke tanah suci.

Membaca buku ini, seperti yang diungkapkan Kang Abik atau Habiburrahman El Shirazy, selain memperkaya perspektif pribadi dari pengalaman orang lain, juga memberi makna baru akan arti haji dan umroh. Membacanya hingga selesai pun akan menyalakan semangat untuk selalu mengejar mimpi untuk beribadah ke rumah-Nya. Hal inilah yang turut saya rasakan menjadi pembacanya.

Dari sini kita belajar, bahwa ibadah haji yang sakral ini sebagai perjalanan yang klasik dan suci, dapat kita tempuh dengan menggunakan sisi romantisme. Maka, perlulah kita rencanakan sejak jauh hari; tidak hanya fisik, namun juga mental, perilaku, pengorbanan, pengetahuan, pemahaman, serta keikhlasan dan kejujuran.

Sebab berhaji bukan sekadar menuntaskan kewajiban, atau lari dari kewajiban atau tugas lain. Namun, sebagai pertemuan dengan Sang Idaman yang akan menjamin kehidupan kita selanjutnya menjadi tenang. Tidak hanya dalam urusan dunia, namun juga urusan akhirat.

Ketika berhaji kita akan banyak mendapatkan ujian, cobaan, yang menuntut kesabaran, keikhlasan, dan kepekaan. Ibadah haji bukan ajang kita pamer kekayaan ataupun sesuatu yang kita miliki. Bukan pula sebagai sarana liburan atau bertamasya. Untuk mendapatkan haji yang mabrur, maka kita harus peka terhadap segalanya.

Ingat, ribuan bahkan jutaan umat manusia dari berbagai belahan dunia, hadir berkumpul pada satu tempat. Berbondong-bondong, berlomba-lomba melalukan yang terbaik, berusaha mementaskan diri untuk meraih cinta Sang Ilahi. Jangan sampai ibadah yang sakral itu terlewatkan dengan sia-sia. Sebab belum tentu kita memiliki kesempatan kedua, ataupun ketiga

Peresensi: Pecandu Sastra

*** Pecandu Sastra adalah jurnalis Berita Baru Lampung. Aktif di Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama, PMII, dan Banser. Hobi menulis puisi, prosa, cerpen, dan kata-kata. Suka baca buku dan review buku, serta menikmati kopi. Ia bisa dihubungi melalui instagram @pecandusastra96.

]]>
https://lampung.beritabaru.co/pentingnya-menata-hati-sebelum-ke-tanah-suci/feed/ 0 https://lampung.beritabaru.co/wp-content/uploads/sites/9/2022/01/IMG_20211221_134616-1-min-300x169.jpg