DAMAR Lampung: Kekerasan Gender Berbasis Online Harus Menjadi Perhatian Semua Pihak
Berita Baru, Lampung – Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR Lampung mengecam kasus kekerasan seksual terhadap AM (15) yang merupakan siswi Sekolah Menengah Pertama Negeri 8 Bandar Lampung oleh oknum guru HP (28).
Menurut Ana Yunita Pratiwi selaku Direktur Eksekutif Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR Lampung, pelaku melakukan kekerasan seksual karena relasi kuasa yang dimiliki dan merekam pencabulan yang dilakukan untuk mengancam korban (KBGO-Kekerasan berbasis gender online).
“Selama pandemi Perempuan DAMAR mencatatkan kekerasan seksual dengan menggunakan teknologi atau Kekerasan berbasis gender online mengalami peningkatan,” lanjut Ana.
Tahun 2020 sebanyak 6 kasus dan 2021 terdapat 16 Kasus. KBGO dilakukan baik secara online maupun hybrid (online-offline atau offline-online).
“Seperti berkenalan melalui Facebook berlanjut pada pertemuan langsung dan terjadi perkosaan, merekam video intim non konsensual untuk mengancam baik memeras maupun melakukan perkosaan dll,” terang Ana.
Ia pun meminta, KBGO harus menjadi perhatian multipihak. Tingginya kasus yang terjadi, instrumen hukum yang belum mengakomodir keadilan korban dan kesiapan aparat penegah hukum dalam menangani kasus, menurut Ana masih menjadi tantangan.
“Pada prakteknya penggunaan Undang-undang Informasi dan transaksi Elektronik (UU ITE) masih menyulitkan korban KBGO baik dalam pembuktian maupun hukum acara pidananya,” tambahnya.
Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR Lampung pun berharap Polresta Bandar Lampung menggunakan pasal berlapis pada kasus AM yaitu Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan UU ITE pasal 29 jo pasal 45B.
“Setiap orang yang tanpa hak mengirimkan informasi atau dokumen elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi,” dengan menggali unsur pidana UU ITE pada pelaku.
Ana juga mendesak pihak sekolah memastikan akses keberlanjutan pendidikan pada korban sebagai upaya reintegrasi sosial.
“Pendidikan Kesehatan reproduksi, ketubuhan dan literasi digital penting diberikan anak-anak, remaja sebagai upaya pencegahan dan mengembangkan kebijakan perlindungan korban kekerasan seksual di Sekolah,” tutupnya.