Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Direktur Program Center for Indonesiass Strategic Development Initiatives (CISDI), Egi Abdul Wahid saat memaparkan materi dalam webinar Pelacakan Kontak: Mengoptimalkan Dukungan Masyarakat dalam 3T, Senin (2/8).

Hadiri Webinar 3T LeaN On by INVEST DM, CISDI: Respon Masyarakat Terhadap Pandemi Sangat Penting



Berita Baru, Jakarta – Direktur Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), Egi Abdul Wahid mengatakan bahwa dalam merespon pandemi tidak bisa hanya dengan mengandalkan SDM kesehatan saja atau pun langsung pada testing dan tracing.

“Butuh pengkodisian, ada trash, ada informasi yang salah yang harus di tekel dulu. Maka kita punya, pada saat itu, mengusulkan beberapa model, ada lima 5 M. Jauh sebelum itu kita mengembangkan, yang pertama kita harus menyiapkan SDM yang siap, harus di-training dulu SDM-nya,” kata Egi dalam Webinar Program LeaN ON dengan tajuk Pelacakan Kontak: Mengoptimalkan Dukungan Masyarakat dalam 3T, Senin (2/8).

Yang kedua, menurut Egi adalah bagaimana melakukan teaching. “Sebuah edukasi kepada masyarakat untuk memahami respon yang akan mereka dapatkan apa? Dan apa yang harus mereka responkan? Baru kemudian ke tracing, treatment, dan testing,” terangnya.

Egi menyampaikan bahwa pihaknya mendapati apabila langsung pada 3T, sementara di masyarakat masih ada stigma-stigma yang negatif, dipastikan akan terjadi penolakan. Dari sana, lanjutnya, dibutuhkan sebuah ekosistem lain di luar tenaga kesehatan (nakes) yang mampu melakukan pendekatan ke masyarakat.

“Jadi melalui kader. Maka kami kembangkan ada tiga model, pertama sekali di Bandung dan Jakarta selesai di bulan Desember. Kita maju ke-5 provinsi, dan di Maret 2021 dengan Jawa Barat di 100 puskesmas,” terangnya.

Salah satu pembelajaran dari program Puskesmas Terpadu dan Juara (PUSPA), tutur Egi, bahwa puskesmas yang melibatkan masyarakat, kader dan relawan puskesmas yang kami intervensi di kota Bandung mampu meningkatkan kemampuan mereka dalam pelacakan kontak, pemantauan kontak erat, pemantauan kasus suspek dan pemantauan kasus positif.

“Karena kami percaya bahwa kader dan masyarakat itu harus menjadi bagian dalam merespon pandemi di Puskesmas. Apalagi puskesmas mereka punya UKM sama OKP, upaya kesehatan disana harus melibatkan masyarakat,” kata Egi.

Tidak hanya itu, CISDI juga percaya keterlibatan kader menjadi bagian integral dari sistem kesehatan yang ideal. “Tapi kemudian tidak langsung diterjunkan, mereka mendapat pelatihan, pendampingan, dan kemudian pekerjaan mereka harus diakui bagian dari pekerjaan puskesmas,” ujarnya.

Egi juga menyampaikan, keterlibatan kader-kader PUSPA dan komunitas masyarakat sebagai bagian dari puskesmas, selain menjadi media Puskesmas, juga dapat menjadi media mendesiminasi informasi tentang hal-hal yang harus diketahui oleh masyarakat.

“Oleh karena itu kita sangat intens sekali melibatkan kader dan masyarakat dalam penguatan respon pandemi. Mereka juga menjadi teman bagi masyarakat ketika ada pasien yang terkonfirmasi positif sehingga meningkatkan persepsi positif masyarakat terhadap Puskesmas,” terangnya.

Kami, tutur Egi, juga pernah melakukan penelitian di Jakarta di awal-awal model ini dikembangkan dan menunjukkan perbedaan yang signifikan bahwa Puskesmas yang dikembangkan dengan kader PUSPA memiliki kegiatan yang lebih tinggi.

“Dan kepercayaan masyarakat kepada Puskesmas meningkat. Sehingga tracing, treatment, dan testing bisa kita lakukan lebih baik. Jadi memang bagaimana kita bisa melibatkan masyarakat. Sehingga tidak terjadi kecurigaan dan lain-lain. Ini yang menjadi temuan kita saat melibatkan masyarakat atau kader dalam kegiatan 3T,”ungkap Egi.

Dalam kesempatan itu Egi juga menyampaikan bahwa, Program PUSPA yang di-support langsung oleh Pemprov Jawa Barat berada pada angka 100 Puskesmas. Program ini, kata Egi, pengiriman SDM tambahan melibatkan tenaga profesional kesehatan, seperti perawat, bidan dokter.

“Ditambah masing-asing tiga dan dua, jadi ada lima orang ditambahkan. Mereka tidak hanya dikirimkan orangnya saja, tapi juga dipastikan ada latihannya, APD, alat tes. Jadi kalau kita mendorong fasilitas kesehatan (Faskes), meningkatkan kemampuan tesnya, tapi kemudian Pemda tidak menyediakan alat tesnya, maka jadi hal yang kontradiktif,” ujarnya.

Egi menegaskan, komitmen dan kemampuan daerah dalam menyediakan alat tes menjadi sangat penting sekali, termasuk APD dan lain sebagainya. Yang paling penting lagi, lanjutnya, bagaimana recording sitem itu dibangun.

Sebagai tambahan informasi, Program LeaN On merupakan salah satu inisiatif yang digagas oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan INVEST DM, yang didukung oleh United State Agency for International Development (USAID) melalui program Empowering Access to Justice (MAJU) – The Asia Foundation (TAF).