Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Pentingnya Menata Hati Sebelum ke Tanah Suci



Siapa yang tidak menginginkan dirinya untuk bisa menginjakkan kaki ke tanah suci? Tanah kelahiran Nabi, sang kekasih Allah. Manusia yang menjadi idola semua. Tempat mustajab terkabulnya doa, tempat tenang dan menenteramkan.

Ibadah haji adalah rukun Islam yang kelima, di mana hukumnya bersifat wajib bagi yang mampu melaksanakannya. Mampu secara materi, ilmu, fisik, dan kesehatan. Sebagian besar umat Islam berkeinginan untuk bisa ke tanah suci sebagai upaya menyempurnakan ibadahnya. Kalaupun hingga saat ini belum memiliki kesempatan dalam melaksanakan rukun Islam paling akhir itu, paling tidak terlebih dahulu sudah memiliki niat.

Akan tetapi, ada satu hal yang harus kita luruskan, perbaiki, tata dengan baik, sebelum ke tanah suci. Karena, tidak semua orang berkesempatan ke tanah suci, dan tidak memungkinkan juga kita yang sudah diberi kesempatan bisa ke tanah suci berkali-kali. Bisa jadi, hanya satu kali seumur hidup, atau bahkan tidak sama sekali.

Maka penting lah kiranya, kita mementaskan diri, agar ibadah kita baik dan diterima oleh-Nya. Sehingga insyaallah mendapatkan ibadah yang mabrur.

Sebagaimana dijelaskan dalam buku “Romantisme Berhaji” dan “Romantisme Tanah Suci” yang ditulis oleh Riza Perdana Kusuma dan kawan-kawan, dan berhasil diterbitkan oleh Penerbit Republika pada Juli 2021 lalu.

Dua judul yang digabungkan dalam satu buku ini, terbagi menjadi dua bagian. Pertama, romantisme berhaji; dengan jumlah halaman vii + 199 ini mengupas tentang perjalanan haji, keindahan tanah suci, serta tips dan romantisme-romantisme kala berhaji. Lalu kedua, romantisme tanah suci. Dengan ketebalan xvi + 172 halaman ini, berisi kisah perjuangan, perjalanan, pengorbanan, dan mimpi para penulis; baik yang pernah atau yang berkeinginan untuk pergi ke tanah suci.

Membaca buku ini, seperti yang diungkapkan Kang Abik atau Habiburrahman El Shirazy, selain memperkaya perspektif pribadi dari pengalaman orang lain, juga memberi makna baru akan arti haji dan umroh. Membacanya hingga selesai pun akan menyalakan semangat untuk selalu mengejar mimpi untuk beribadah ke rumah-Nya. Hal inilah yang turut saya rasakan menjadi pembacanya.

Dari sini kita belajar, bahwa ibadah haji yang sakral ini sebagai perjalanan yang klasik dan suci, dapat kita tempuh dengan menggunakan sisi romantisme. Maka, perlulah kita rencanakan sejak jauh hari; tidak hanya fisik, namun juga mental, perilaku, pengorbanan, pengetahuan, pemahaman, serta keikhlasan dan kejujuran.

Sebab berhaji bukan sekadar menuntaskan kewajiban, atau lari dari kewajiban atau tugas lain. Namun, sebagai pertemuan dengan Sang Idaman yang akan menjamin kehidupan kita selanjutnya menjadi tenang. Tidak hanya dalam urusan dunia, namun juga urusan akhirat.

Ketika berhaji kita akan banyak mendapatkan ujian, cobaan, yang menuntut kesabaran, keikhlasan, dan kepekaan. Ibadah haji bukan ajang kita pamer kekayaan ataupun sesuatu yang kita miliki. Bukan pula sebagai sarana liburan atau bertamasya. Untuk mendapatkan haji yang mabrur, maka kita harus peka terhadap segalanya.

Ingat, ribuan bahkan jutaan umat manusia dari berbagai belahan dunia, hadir berkumpul pada satu tempat. Berbondong-bondong, berlomba-lomba melalukan yang terbaik, berusaha mementaskan diri untuk meraih cinta Sang Ilahi. Jangan sampai ibadah yang sakral itu terlewatkan dengan sia-sia. Sebab belum tentu kita memiliki kesempatan kedua, ataupun ketiga

Peresensi: Pecandu Sastra

*** Pecandu Sastra adalah jurnalis Berita Baru Lampung. Aktif di Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama, PMII, dan Banser. Hobi menulis puisi, prosa, cerpen, dan kata-kata. Suka baca buku dan review buku, serta menikmati kopi. Ia bisa dihubungi melalui instagram @pecandusastra96.